Kendari, Kroscek.co.id – Jembatan Teluk Kendari, atau yang dikenal pula sebagai Jembatan Bahteramas, kini menjadi perhatian publik bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena seringnya terjadi aksi percobaan bunuh diri di lokasi tersebut.
Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, jembatan ini telah menjadi saksi bisu dari serangkaian peristiwa tragis yang menggugah keprihatinan masyarakat luas.
Kasus terbaru terjadi pada Minggu, 1 Juni 2025, saat Muh Agil Ismail (22), seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi negeri di Kendari, dilaporkan melompat dari jembatan sekitar pukul 18.30 WITA. Aksi ini terekam kamera CCTV milik Kantor PUPR Jembatan Bahteramas.
Hanya beberapa hari sebelumnya, pada 26 Mei 2025, Erwin Guswanto (23) juga ditemukan tewas setelah melakukan aksi serupa, yang diduga dipicu oleh tekanan pribadi.
Tragedi lain menimpa Riski Nurul (19) yang melompat pada 27 April 2025 sekitar pukul 23.50 WITA. Jasadnya ditemukan keesokan harinya oleh tim SAR.
Kasus serupa bahkan telah terjadi sejak beberapa tahun lalu, seperti peristiwa pada 28 Juni 2023 ketika Yuli Munandar Kalewora (32), seorang dosen Universitas Mandala Waluya, ditemukan meninggal dunia setelah melompat dari jembatan yang sama.
Belum reda kepedihan masyarakat, pada Kamis, 5 Juni 2025, seorang wanita bercadar bersama anak laki-lakinya nyaris melakukan percobaan bunuh diri di lokasi tersebut.
Dalam video yang beredar luas, wanita itu tampak menggendong anaknya sambil menangis dan berusaha memanjat pagar pembatas jembatan.
Beruntung, petugas Dinas Perhubungan yang sedang berpatroli berhasil menggagalkan aksi nekat itu. Saat diamankan, sang ibu hanya bisa mengucap lirih berulang kali, “capek,” seakan menggambarkan betapa berat beban psikologis yang ia tanggung.
Rangkaian kejadian ini memperlihatkan adanya krisis kesehatan mental yang semakin nyata di tengah masyarakat. Pemerintah daerah, aparat keamanan, dan instansi terkait harus segera merespons dengan langkah-langkah preventif yang lebih konkret.
Peningkatan pengamanan fisik jembatan, seperti pemasangan pagar penghalang yang lebih tinggi, kamera pengawas di titik rawan, serta patroli rutin, mutlak diperlukan.
Selain itu, upaya non-fisik pun harus menjadi prioritas. Penyediaan layanan konseling gratis, hotline krisis yang dapat diakses 24 jam, serta kampanye edukatif mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental perlu terus digalakkan.
Pelibatan tokoh masyarakat, pemuka agama, dan lembaga pendidikan juga penting untuk membangun kesadaran dan sistem dukungan sosial yang kuat.
Jembatan Teluk Kendari seharusnya menjadi simbol konektivitas dan kemajuan, bukan lokasi berakhirnya harapan. Rentetan peristiwa tragis ini semestinya menjadi peringatan bahwa kita perlu membangun lingkungan yang lebih peduli dan siap membantu siapa saja yang tengah berjuang dalam sunyi. (**)
Laporan : Muh. Sahrul