Konawe Utara, Kroscek.co.id – Gedung Arsip Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), berubah jadi “panggang dadakan” Senin subuh, 22 September 2025.
Api melahap habis rumah besar penyimpan catatan duit dan harta daerah itu, meninggalkan aroma gosong dan tanya berlapis-lapis.
Arsip yang semestinya jadi “memori kolektif keuangan” rakyat, dikhawatirkan ikut lenyap jadi abu persis seperti janji-janji politik yang tak ditepati.
Aktivis muda pemerhati pemerintah dan transparansi publik, Hendrik, menatap puing-puing dengan kening berkerut.
“Kehilangan arsip itu bukan cuma soal kertas. Itu kehilangan cara kita mengawasi kekayaan daerah. Kertas habis terbakar, tapi akal sehat jangan ikut-ikutan hangus,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).

Hendrik menegaskan kebakaran ini bukan sekadar apes, tapi alarm keras bahwa sistem pengamanan dokumen negara rapuh seperti atap seng di musim hujan.
Yang bikin publik makin mengangkat alis, kebakaran terjadi hanya beberapa jam sebelum Kejaksaan Negeri Konawe menggeledah kantor KPU setempat terkait dugaan penyimpangan dana hibah Rp1,7 miliar.
“Dua peristiwa penting berdekatan waktunya. Kalau ini kebetulan, biarkan penegak hukum menjadi fungsinya secara profesional,” celetuknya dengan nada setengah serius.
Hendrik pun menulis “daftar belanja keadilan” untuk Polres Konawe Utara:
- Umumkan hasil penyelidikan awal-publik tak butuh drama sinetron bersambung.
- Rilis timeline investigasi berikut rekaman CCTV dan data digital—biar tak ada yang main petak umpet.
- Undang Labfor Polri, karena kebenaran perlu bukti, bukan tebak-tebakan.
- Periksa saksi kunci dan tetapkan tersangka jika ada unsur kesengajaan.
“Polisi pengayom, bukan penonton. Saat dokumen aset rakyat hilang, yang kita butuh bukan janji manis, tapi aksi tegas,” sindir Hendrik.
Menurut Hendrik, Pemda Konawe Utara tentunya punya arsip elektronik Cadangan arsip, baik digital maupun salinan yang mungkin tersimpan di BPK, BPKP, atau Kementerian Dalam Negeri harus segera dicari.
“Inventaris ulang aset itu wajib. Jangan sampai rakyat bingung menghitung harta sendiri, sementara pejabat sibuk menyalahkan colokan listrik,” katanya, menahan senyum pahit.
Ia menekankan bahwa kehilangan arsip berarti kehilangan memori kolektif, dan tanpa jejak yang jelas, akuntabilitas bisa roboh seperti dinding papan kena angin.
Hendrik memberi tenggat tujuh hari bagi aparat menunjukkan kemajuan. “Kalau seminggu tak ada kabar, rakyat akan turun ke jalan. Kita bukan minta kado, cuma butuh bukti,” ucapnya lugas.
Ia pun mengajak media, akademisi, mahasiswa, hingga lembaga independen mengawal proses hukum.
“Ini bukan gosip warung kopi. Ini ujian keseriusan negara menjaga asetnya sendiri. Kalau aparat bergerak cepat, rakyat tenang. Kalau tidak, siap-siap jalanan jadi panggung demokrasi,” pungkasnya.
Kebakaran BKAD bukan sekadar tragedi, melainkan tamparan agar digitalisasi arsip dipercepat dan sistem keamanan diperkuat. Humor boleh jadi pelipur lara, tapi integritas pengelolaan keuangan daerah adalah urusan serius.
Arsip mungkin sudah jadi arang, namun komitmen pada transparansi dan akuntabilitas tak boleh ikut jadi asap. Konawe Utara layak mendapat pemerintahan yang tak hanya cekatan memadamkan api, tapi juga cerdas mencegahnya, baik api di gedung maupun api kepercayaan publik. (**)
Laporan : Muh. Sahrul