[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]
KONAWE UTARA, KROSCEK.NET – Aktivitas Penambangan di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut) paska berlakunya kembali Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 225 tahun 2014 diatas lahan yang sebelumnya tumpang tindih 11 IUP, kian marak dikuasai illegal mining.
Terkuak dalam wilayah pertambangan PT Antam Tbk, berada di blok Mandiodo marak aktivitas penambangan tanpa Izin (peti), adanya perambahan kawasan hutan, praktek jual beli dokumen penjualan serta kerusakan lingkungan dan penggunaan tersus tak berizin.
Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan Sulawesi Tenggara (Forkam HL Sultra) telah melaporkan tiga perusahaan penambang nikel ke Polres Konawe Utara. Ketiga perusahaan yakni PT Sulawesi Hasta Fimna (SHF), PT Bintang Putra Morowali (BPM) dan PT Batam Trading Company (BTC).
Dewan Forkam HL Sultra, Iqbal, mengatakan, banyaknya temuan atas dugaan illegal mining dilapangan, sehingga menimbulkan dampak merugikan negara yang cukup besar hingga mencapai Triliunan rupiah karena aktivitasnya berlangsung sejak 2021 lalu.
“Ketiga perusahaan tersebut diduga melakukan kegiatan penambangan illegal, perambahan kawasan hutan di Eks IUP PT Sriwijaya, Eks Happard dan eks IUP PT Wanagon Anoa Indonesia. Ini merupakan kejahatan Terstruktur dan Masiv dan merupakan Perampokan Aset Negara,” Ucap Iqbal usai melaporkan resmi ketiga perusahaan. Rabu (28/09/2022).
Ironisnya, lanjut iqbal, kegiatan penambangan tiga perusahaan tersebut tidak memiliki izin dari pemilik IUP berdasarkan data dari KSO MTT selaku kuasa penambangan di Blok IUP PT Antam Tbk. Ada 13 Perusahaan yang Mendapatkan Izin Kerjasama Operasi di lahan APL seluas 42 Ha. Dimana ketiga perusahaan tersebut tidak terdaftar sebagai anggota KSO MTT. Dengan demikian jelas beraktivitas tanpa izin dan Illegal.
“Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa memiliki IUP, IUPK, IPR, sebagaimana diatur dalam pasal 35 dan 158 dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda sebesar Rp. 100.000.000.000,(seratus miliar rupiah),” Jelasnya.
Dipertegas oleh uu kehutanan pasal 50 ayat 3 pasal 38 ayat 3 uu nomor 41 tentang kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan (ippkh) di terbitkan oleh menteri kehutanan RI dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
“Tiga Perusahaan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 480 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pertama, barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan,” Tegasnya.
Kedua, barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan”. Seseorang dinyatakan sebagai penadah jika memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 480 KUHP yang disebutkan di atas, khususnya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 dari pasal tersebut. Yang menjadi perhatian adalah, untuk dikatakan sebagai mengangkut barang tersebut harus bisa disangka diperoleh karena kejahatan.
“Sehingga atas temuan ini Forkam HL Sultra menegaskan aparat penegak hukum, dalam hal ini polres konawe utara segera memanggil dan menghentikan serta mengusut tuntas kasus tersebut. Dimana kegiatan penambangan PT Sulawesi Hasta Finma (SHF) PT Bintang Putra Morowali dan PT Batam Trading Company (BTC), adanya atas dugaan merambah kawasan hutan tanpa IPPKH dan menambang tanpa izin,” Pungkas Iqbal. (**)
Editor : Muhammad Sahrul