Konawe Utara, Kroscek.co.id – Forum Komunikasi Wartawan (Forkawa) Konawe Utara (Konut) angkat bicara terkait maraknya pemberitaan dugaan korupsi Dana Desa di sejumlah wilayah yang dinilai tidak berimbang dan cenderung menjadi alat tekanan oleh oknum tertentu.
Koordinator Forkawa Konut, Syaifuddin, menegaskan bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi, peran kontrol sosial dan media sangat penting. Namun, kontrol yang dilakukan tanpa verifikasi dan prinsip jurnalistik yang benar justru berpotensi menjadi bentuk intimidasi terselubung.
“Kami menyayangkan sikap oknum wartawan yang justru berkamuflase menjadi alat tekanan dari oknum LSM. Memberitakan tuduhan tanpa klarifikasi kepada pihak terkait adalah pelanggaran etika jurnalistik,” tegas Syaifuddin di wanggudu, Sabtu (26/07/2025).
Ia menilai salah satu media online telah menyajikan informasi secara tidak profesional, menulis berita menyoroti Desa Paka Indah, Desa Puuhialu, dan Desa Kota Maju dinilai terkesan abal-abal, tanpa dasar yang kuat, dan tidak menjalankan prinsip cover both sides dalam peliputan.
Media Tak Boleh Jadi Alat Kepentingan Oknum Tertentu untuk Menghakimi!
Forkawa juga menyoroti lemahnya kualitas pemberitaan yang menyudutkan tiga kepala desa tanpa konfirmasi langsung. Hal ini, menurut Forkawa, mencederai semangat transparansi yang sejatinya dibangun atas asas kebenaran dan keadilan informasi.
“Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa memang wajib ditegakkan. Tapi publik juga berhak mendapat informasi yang benar, utuh, dan adil,” ujarnya.
Syaifuddin menambahkan, tuduhan publik harusnya dimulai dari data dan bukti kuat, bukan asumsi, apalagi fitnah yang bisa merusak nama baik seseorang maupun institusi.
Forkawa mengimbau kepada seluruh insan pers di Konawe Utara agar menjaga marwah jurnalisme sebagai pilar keempat demokrasi.
Jurnalis tidak boleh menjadi corong kepentingan yang menyesatkan, melainkan harus berdiri di atas kebenaran dan kepentingan publik.
“Jika ada dugaan pelanggaran, sampaikan dengan mekanisme hukum yang benar, bukan dengan cara menggiring opini tanpa klarifikasi. Pers harus menjadi penjernih, bukan pemantik kegaduhan,” tutupnya. (**)
Laporan : Muh. Sahrul