Konawe Utara, Kroscek.co.id – Ditengah harapan ribuan tenaga honorer untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Pemerintah Kabupaten Konawe Utara (Konut), justru dihadapkan pada realitas pahit.
Pasalnya, belanja pegawai sudah kebablasan. Bahkan menurut Sekda Konawe Utara, Dr. Safruddin, S.Pd., M.Pd., komposisi belanja pegawai telah melampaui ambang batas Nasional, yakni di atas 30 persen dari total APBD.
“Kalau terus ditambah tanpa kendali, belanja pembangunan dan pelayanan publik bisa terganggu. Kita harus hati-hati agar tidak terjebak pada kebijakan populis yang merugikan masyarakat,” ujar Sekda dalam nada serius, tapi penuh perhitungan, Rabu (23/07/2025).
Dalam istilah fiskal, situasi ini disebut “tekanan struktural”, tapi bagi tenaga honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi, istilah itu bisa saja berarti “harapan menggantung tanpa kepastian”.
Dalam catatan Badan Keuangan Daerah (BKD), pengangkatan lebih dari 900 PPPK pada periode sebelumnya membuat ruang fiskal makin menyempit.
Ini bukan sekadar angka, ini soal pilihan strategis antara menambah pegawai atau membangun Infrastruktur jalan, puskesmas, irigasi, dan lain sebagainnya.
“Memenuhi harapan adalah penting, tapi jangan sampai membakar dapur demi menyalakan lilin,” kata seorang pejabat yang enggan disebut namanya, sambil tersenyum kecut.
Pesan untuk Honorer: Sabar, Patuhi Proses, dan Jaga Harapan
Dr. Safruddin mengimbau para tenaga honorer yang belum terakomodasi untuk menahan diri dari tekanan emosional atau desakan berlebihan.
Ia mengingatkan bahwa semua proses pengangkatan harus berpijak pada aturan Nasional dan fiskal daerah yang sehat.
“Kita semua ingin tenaga honorer yang telah lama mengabdi mendapat pengakuan yang layak. Tapi jangan sampai semangat memperjuangkan hak justru mengorbankan legalitas dan menciptakan masalah baru,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa jika daerah nekat mengakomodasi di luar batas kemampuan, konsekuensinya bisa berbahaya, mulai dari sanksi administratif, pemotongan transfer pusat, hingga potensi temuan hukum oleh BPK dan KPK.
Realitas, Jangan Nambah Penumpang Saat Perahu Bocor
Kondisi fiskal saat ini ibarat perahu yang mulai kemasukan air, bukan karena nakhoda lalai, tapi karena cuaca (regulasi dan kebutuhan daerah) sedang buruk.
Menambah penumpang (PPPK) tanpa perhitungan bisa membuat kapal tenggelam sebelum sampai tujuan.
“Mari kita semua bersabar, ikuti proses dan tetap memperjuangkan hak dengan cara yang benar. Sambil menunggu, terus tingkatkan kompetensi dan jangan menyerah. Birokrasi kita butuh orang-orang yang bukan hanya loyal, tapi juga legal,” pesan humanis Sekda.
Honorer memang layak diperjuangkan. Tapi perjuangan tidak boleh membunuh logika.
Pemerintah daerah saat ini sedang berdiri di antara dua kutub ekstrem: rasa empati dan kalkulasi fiskal. Satu langkah salah, bisa berubah dari “pengabdian” menjadi “kerugian”. (**)
Laporan : Muh. Sahrul