Penulis: Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I.
Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Pengelolaan ibadah haji di Indonesia merupakan tantangan besar yang memerlukan strategi komprehensif. Dengan lebih dari 200 ribu jemaah yang diberangkatkan setiap tahun, pemerintah harus memastikan berbagai aspek pelayanan mulai dari logistik hingga koordinasi lintas sektor, berjalan dengan baik. Kompleksitas ini meliputi persoalan kesehatan, kepulangan, dan pemantauan jemaah secara real-time.
Oleh karena itu, manajemen penyelenggaraan haji menjadi salah satu kegiatan terbesar yang dijalankan pemerintah setiap tahunnya.
Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) terus melakukan inovasi dengan mendorong transformasi digital dalam penyelenggaraan haji. Langkah ini bertujuan menciptakan layanan yang efisien, aman, dan nyaman.
Salah satu terobosan penting adalah peluncuran Hajj Command Center (HCC) pada 7 Mei 2025, yang berfungsi sebagai pusat kendali data penyelenggaraan haji. HCC memungkinkan pemantauan jemaah secara terintegrasi, mencakup data pergerakan, kesehatan, hingga informasi jemaah yang wafat atau sakit, baik di Indonesia maupun Arab Saudi.
Dengan sistem ini, pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan akurat, sekaligus mencerminkan peran vital teknologi dalam mengatasi kompleksitas penyelenggaraan ibadah haji.
Langkah strategis lain adalah peluncuran aplikasi Satu Haji, yang menyatukan berbagai layanan digital sebelumnya, seperti Haji Pintar dan Umrah Cerdas, ke dalam satu platform. Aplikasi ini mempermudah proses pendaftaran, akses informasi jadwal, kuota, hingga kondisi kesehatan jemaah.
Inovasi ini secara signifikan menyederhanakan birokrasi, meningkatkan transparansi, dan memberi kenyamanan terutama bagi generasi jemaah yang lebih akrab dengan teknologi.
Transformasi digital juga diperkuat melalui kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan yang mengimplementasikan sistem Satu Data Kesehatan. Sistem ini memungkinkan pemantauan kondisi jemaah secara real-time, dengan mengakses rekam medis, catatan penyakit bawaan (komorbid), dan hasil pemeriksaan kesehatan yang langsung terhubung dengan tim medis di seluruh sektor.
Pemanfaatan sistem ini memungkinkan intervensi cepat dan tepat, misalnya, memberikan peringatan dini kepada petugas medis jika terdapat jemaah dengan risiko penyakit jantung sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih tanggap dan efektif.
Berbagai inisiatif ini menunjukkan bahwa transformasi digital telah menjadi angin segar dalam reformasi penyelenggaraan haji. Keberadaan HCC, aplikasi Satu Haji, dan sistem Satu Data Kesehatan bukan hanya simbol modernisasi, tetapi juga upaya nyata menuju pelayanan yang lebih manusiawi, transparan, dan akuntabel.
Teknologi menjadi instrumen penting dalam menjawab tantangan besar di lapangan, sekaligus meningkatkan kualitas pengalaman spiritual para jemaah di tanah suci.
Ke depan, inovasi digital perlu terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya jumlah jemaah dan dinamika global. Pemerintah melalui Kemenag dan Badan Pengelola Haji (BP Haji), yang direncanakan akan mengambil alih pengelolaan haji sepenuhnya pada 2026, perlu menjaga momentum ini dengan memperkuat infrastruktur, memperluas literasi digital jemaah, dan mempererat kolaborasi antarinstansi.
Transformasi digital pelayanan haji tahun 2025 adalah tonggak penting menuju tata kelola haji yang lebih baik. Dengan integrasi data, pemantauan kesehatan real-time, dan sistem pendaftaran yang efisien, pelayanan ibadah haji tidak hanya menjadi lebih praktis, tetapi juga lebih bermakna.
Komitmen kuat dari seluruh pihak akan menjadi kunci untuk mewujudkan pelayanan haji yang unggul, sejalan dengan harapan umat dan tantangan zaman. (**)