Konawe Utara, Kroscek.co.id – Ditengah tantangan ekonomi global dan isu ketahanan pangan Nasional, Pemerintah Kabupaten Konawe Utara (Konut) justru hadir dengan terobosan yang membumi.
Lewat Gerakan Tanam Serentak Padi Gogo, Kelapa Sawit, dan Nilam, Konut menunjukkan bahwa solusi strategis bisa dimulai dari cangkul, bukan hanya dari seminar.
Dipimpin langsung oleh Bupati H. Ikbar dan Wakil Bupati H. Abuhaera, ratusan masyarakat dan unsur Forkopimda bergotong royong membuka ladang di Desa Sambasule, Kecamatan Motui, Kamis (17/7/2025).
Lahan tandus tak lagi dianggap sisa peradaban, tapi justru disulap menjadi ladang harapan.
“Kita tanam bukan hanya komoditas, tapi masa depan. Bukan hanya untuk panen hari ini, tapi untuk ketahanan generasi nanti,” ujar Bupati Ikbar saat membuka kegiatan.
Gerakan ini bukan tanpa perhitungan. Tiga komoditas utama yang ditanam, Padi Gogo untuk ketahanan pangan, Kelapa Sawit untuk energi dan ekonomi, dan Nilam untuk ekspor aromatik, mewakili tiga sektor penting dalam struktur ekonomi daerah.
“Kita ingin swasembada pangan, memperkuat energi terbarukan, dan membuka jalur ekspor. Semuanya diawali dari tanah yang kita injak sekarang,” tegas Wakil Bupati Abuhaera.
Pupuk Gratis, Bibit Disiapkan, Petani Diberdayakan
Dalam program ini, Pemkab Konut mengalokasikan sekitar 73.000 bibit sawit berikut pupuknya untuk lahan seluas 500 hektar.
Khusus Padi Gogo, tahap awal penanaman dilakukan di Kecamatan Motui seluas 35 hektar, dengan target 150 hektar tersebar di seluruh kecamatan.
Benih berasal dari kombinasi bantuan pusat dan pengadaan daerah, dengan pendampingan teknis oleh dinas terkait. Jadi, petani tak hanya diberi bahan, tapi juga didampingi untuk berhasil.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Ir. Sadeli, menyebut bahwa petani hari ini bukan sekadar pelaku tradisional, melainkan mitra pembangunan yang butuh pendekatan ilmiah dan modern.
“Kami turun bukan hanya tanam, tapi mendampingi sampai panen. Jangan biarkan petani jalan sendiri di tengah perubahan iklim dan harga pasar,” ungkap Sadeli.
Sawit dan Nilam: Jangan Salah Kira
Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Yulianti, SP., M.Si., menambahkan bahwa penanaman Nilam dan Sawit bukan sekadar ikut tren.
Nilam menjadi primadona baru karena bernilai jual tinggi di pasar ekspor, sementara sawit, jika dikelola baik dan terdata jelas, menjadi sumber pendapatan jangka panjang bagi masyarakat.
Menariknya, petani penerima bibit sawit juga wajib menanam Padi Gogo sebagai bentuk integrasi pertanian berkelanjutan. Jadi, selain hasil jangka panjang, petani tetap punya hasil jangka pendek untuk kebutuhan harian.
“Tanam sawit, panen 3 tahun. Tapi tanam Padi Gogo, bisa makan dari hasilnya tiga bulan lagi. Kita buat petani seimbang, antara idealisme dan isi dapur,” ujarnya sambil tersenyum.
Gerakan Kolektif, Bukan Seremonial
Yang membuat gerakan ini terasa kuat adalah dukungan kolektif dari seluruh elemen daerah. Hadir dalam kegiatan ini, Ketua TP PKK Hj. Wisra Wastawati Ikbar, Kapolres, Dandim, Kepala BPN, BPS, camat, lurah, dan tokoh masyarakat.
Tak sedikit warga yang mengaku terharu melihat pemimpinnya turun langsung memegang cangkul. Bukan hanya untuk pencitraan, tapi untuk menyatu dengan perjuangan masyarakat.
“Kita bisa beli beras dari luar, tapi rasa aman tak bisa diimpor. Maka kita tanam sekarang agar tak bergantung nanti,” kata salah satu tokoh masyarakat setempat.
Program ini tak hanya menghidupkan lahan tidur, tapi juga menyadarkan publik bahwa ketahanan pangan bukan cerita besar yang dikerjakan elite.
Ia justru tumbuh dari tangan-tangan warga yang percaya bahwa satu benih hari ini bisa menyelamatkan 10 kepala keluarga di masa depan.
Dari ladang harapan ini, Konut tak sekadar menanam. Ia membangun kemandirian.
Padi Gogo, Sawit, dan Nilam bukan hanya komoditas, tapi jalan menuju lumbung swasembada, yang disiapkan bukan dari proposal, tapi dari peluh petani dan niat pemerintah yang turun langsung ke lumpur. (*Adv)
Laporan : Muh. Sahrul