[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]
JAKARTA, KROSCEK.NET – Setiap perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP), melakukan pengangkutan bahan tambang dengan memanfaatkan garis pantai untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan pelabuhan, Terminal Khusus (Tersus), dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) wajib memiliki izin.
Hal itu diungkapkan Penasehat Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan Sulawesi Tenggara (Forkam HL Sultra), Iqbal, S.Kom, usai mengadukan PT Baraya Sulawesi (Jetty Sudiro) yang terletak di Desa Tapuemea, Kecamatan Molawe, dan Tersus PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ) terletak di Desa Boedingi, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara (Konut) pada direktorat Jendral Perhubungan Laut di Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Jumat (07/10/2022).
“Melakukan Pengangkutan dan penjualan Hasil Tambang melalui Tersus PT Baraya Sulawesi dan PT Bumi Sentosa Jaya adalah tindakan yang berani dan bentuk perlawanan hukum yang sangat fatal dan mengakibatkan kerugian negara dan juga diduga terlibat pada transaksi Black Market,” Ungkap Iqbal, kepada Kroscek.net.
Iqbal Menegaskan sesuai Pasal 339 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Di sana sangat tegas dijelaskan setiap pemanfaatan garis pantai untuk melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang di luar kegiatan di pelabuhan, Tersus, TUKS, wajib memiliki izin.
Kedua Perusahaan Tersebut melakukan kegiatan tambat kapal dan pengangkutan bahan tambang dengan memanfaatkan garis pantai tanpa memiliki izin. Bahwa ketentuan pidananya sudah diatur dalam Pasal 297 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Jadi, jangan sampai beranggapan setelah mendapat IUP Operasi Produksi, sudah bisa mengoperasikan pelabuhan tambat kapal dan pengangkutan bahan tambang. Ketentuan undang-undang mewajibkan memiliki izin pelabuhan, Tersus atau TUKS. Jika dilanggar, ya, ancamannya pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 300 juta,” ujarnya.
Geram, Iqbal menilai bahwa penggunaan pelabuhan tambat kapal dan pengangkutan bahan tambang di wilayah kabupaten konawe utara leluasa melakukan aktivitas tanpa adanya hambatan, padahal aktivitas kedua perusahaan tersus tidak mengantongi izin.
“Padahal, aparatur kepelabuhanan seperti syahbandar sudah ada di Kabupaten Konawe Utara. Untuk itu Forkam HL Sultra mendesak Dirjen Perhubungan Laut menindak dan menertibkan kedua tarsus tersebut, karena sudah beroperasi cukup lama dan telah merugikan negara,” pungkas Iqbal. (**)
Editor : Muhammad Sahrul