[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]
JAKARTA, KROSCEK.NET – Penambangan tanpa izin (peti) terus menjadi perhatian Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan – Sulawesi Tenggara (Forkam HL Sultra), penanganan isu peti beserta dampaknya butuh upaya bersama dan dukungan semua pihak.
Forkam HL Sultra mencatat, terdapat lebih dari Ratusan lokasi peti yang tersebar di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tak Tanggung-tanggung lokasi peti juga berada pada Penambangan Nikel di wilayah IUP Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Antam Tbk UBPN Konawe Utara.
“Peti merupakan kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan dan Perambahan Kawasan Hutan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat,” ungkap Penasehat Forkam HL Sultra, Iqbal, Kamis (06/10/2022).
Ikbal menerangkan, Bahaya! Sindikat penambangan Ilegal di IUP PT Antam Tbk, diduga dilakukan oleh tiga perusahaan raksasa penambang Ilegal di Konawe Utara tersebut, yakni PT Putra Jaya Perkasa (PJP) bekerja di dua Titik Eks PT Wanagon dan PT Andalan, PT Batam Trading Company (BTC) bekerja di 11 Titik Lokasi yang berada di Eks PT Wanagon dan Eks PT Happard dan PT Sulawesi Hasta Finma (SHF) bekerja di Eks PT JAP dan Eks PT Wanagon.
“Saat ini, Forkam HL Sultra, resmi melaporkan dugaan illegal mining ketiga perusahaan tambang ke Mabes Polri dan KLHK RI. Agar perusahaan tersebut dihentikan kegiatannya, dan meminta pihak berwewenang segera periksa direktur perusahaan masing-masing untuk mempertanggung jawabkan dugaan perambahan kawasan hutan di konut,” Tegasnya.
Selain itu, peti juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar. Karena tidak berizin, peti mengabaikan kewajibannya yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya.
“Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujar Iqbal.
Menghadapi peti, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, wajib Bekerjasama untuk menghentikan Aktivitas penambangan Illegal yang merugikan Negara dan menimbulkan Kerusakan Lingkungan dan Kerusakan Hutan.
Sebagaimana dalam UU No 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160. Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
“Ketiga Perusahaan yang diduga Menambang Ilegal di IUP PT Antam tersebut harus segera di hentikan demi Hukum, Keadilan dan Negara, atas pencurian dan Perampokan Sumber Daya Alam negeri yang kita cintai ini. Kami Yakin KLHK dan Mabes Polri dapat segera menuntaskan Kasus ini,” Pungkas Iqbal. (**)
Editor : Muhammad Sahrul