Konawe Utara, Kroscek.co.id – Polemik tanah di Kelurahan Wanggudu, Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara (Konut), tepatnya di lorong SMA Negeri 1 Asera, kembali memanas.
Ahli waris dari almarhum Nurdin Tepamba, atas nama Masnur Tepamba, membantah keras klaim Pemerintah Daerah (Pemda) Konawe Utara yang menyebut tanah milik keluarganya telah diganti rugi atau dihibahkan.
Masnur menegaskan bahwa tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 45 Tahun 1997 (Nomor Sertifikat 2994) masih berstatus sah atas nama orang tuanya, dan hingga kini belum pernah ada ganti rugi untuk sisa lahan seluas sekitar 30 x 25 meter.
“Yang pernah diganti rugi hanya sebatas lahan untuk jalan. Sisa tanah kami belum pernah mendapat kompensasi. Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami ingin keadilan. Tanah itu milik orang tua kami,” tegas Masnur, Selasa (21/10/2025).
Ia menyebut lokasi yang disengketakan kini mencakup tiga titik:
- Area jalan depan SMA Negeri 1 Asera, termasuk pagar sekolah, seluas 25 x 250 meter.
- Pertigaan SMA 1 Asera menuju Alun-Alun Konasara, dengan luas sekitar 12 x 150 meter.
- Sisa tanah utama berukuran 30 x 25 meter yang masih menjadi hak keluarga.
Masnur berharap Pemda Konut memberi kejelasan hukum agar hak-hak ahli waris diselesaikan secara adil dan transparan.
Masnur Tepamba menegaskan bahwa tindakan pemalangan jalan yang dilakukan bukan tanpa alasan. Ia mengaku langkah itu adalah bentuk keputusasaan setelah bertahun-tahun mencari solusi secara baik-baik dengan pemerintah daerah, namun tidak pernah mendapat tanggapan yang pasti.
“Sudah berapa kali kami menghadap ke kabupaten. Kami ingin menyelesaikan dengan damai dan sesuai aturan. Tapi sampai sekarang, tidak pernah ada kejelasan. Akhirnya, kami terpaksa menimbun jalan itu agar pemerintah tahu kami masih punya hak yang belum diselesaikan,” ungkap Masnur dengan nada tegas.

Masnur menyebut, keluarga besarnya telah beberapa kali mengirimkan surat permohonan klarifikasi dan mediasi ke pihak pemerintah, namun semuanya tidak direspons secara serius.
Bahkan, kata dia, tidak pernah ada undangan resmi untuk duduk bersama membahas status tanah tersebut.
“Kami bukan melawan pemerintah. Kami hanya mempertahankan hak warisan orang tua kami. Kalau memang sudah dibebaskan, tunjukkan buktinya. Jangan hanya bicara sudah klir, sementara kami tidak pernah menandatangani apa pun,” tambahnya.
Menurut Masnur, lahan itu memiliki nilai historis dan emosional bagi keluarganya. Ia juga menolak anggapan bahwa tindakan mereka menghalangi fasilitas umum adalah bentuk perlawanan terhadap hukum.
“Kami paham soal aturan, tapi kami juga manusia yang punya hak. Kalau pemerintah diam saja, sementara tanah kami digunakan tanpa ganti rugi, mau sampai kapan kami menunggu?” ujarnya.
Jalan Buntu Antara Hak dan Kepentingan Publik
Sengketa ini kini berkembang menjadi konflik terbuka antara hak perdata dan kepentingan umum. Di satu sisi, pemerintah menilai lahan tersebut sudah menjadi aset publik.
Namun di sisi lain, keluarga ahli waris masih memegang sertifikat resmi dan tidak pernah merasa menerima kompensasi.
Sikap saling klaim tanpa kejelasan dokumen hukum justru memperpanjang kebuntuan. Padahal, penyelesaian dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi hukum dan verifikasi sertifikat oleh BPN sebelum berujung pada tindakan di lapangan.
Negara tidak boleh absen ketika keadilan dipertaruhkan, terlebih bagi warga yang merasa dirugikan atas aset yang mereka yakini milik sah keluarganya.
Keadilan, dalam konteks ini, tidak berhenti pada siapa yang menang, tetapi pada siapa yang bersedia membuka ruang dialog untuk menyelesaikan masalah dengan data, bukan dengan kepala panas.
Pemda Tegaskan Tanah Sudah Klir
Disisi lain, Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Sekretariat daerah (Setda) Konawe Utara, Nur Adnan Ari Putra, menegaskan bahwa area tersebut sudah lama menjadi milik publik dan secara administratif telah dianggap tuntas.
“Tanah itu sudah lama digunakan untuk fasilitas umum, bahkan sudah diaspal dan dilalui anak-anak sekolah setiap hari. Artinya sudah klir. Kalau masih merasa memiliki, silakan buktikan keabsahan legalitasnya,” ujar Nur Adnan.
Menurutnya, sebagian besar lahan di sekitar lorong SMA Negeri 1 Asera sudah dibebaskan atau diwakafkan sejak lama untuk kepentingan umum, sehingga tidak lagi berstatus tanah pribadi.
Kabag Hukum: Laporan Balik Sudah Diajukan

Surat bernomor B/1093/X/2025/Sat Reskrim Polres Konawe Utara tertanggal 21 Oktober 2025.
Sementara itu, Kabag Hukum Setda Konut, Endi Samrin, menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan Masnur Tepamba ke pihak kepolisian atas Blokade jalan/mengganggu ketertiban umum, dan dugaan penjualan aset pemerintah.
“Kami memegang data lengkap. Kami laporkan mengganggu ketertiban umum, dan tanah di depan sanggar atau dibelakang Alun-Alun Konasara itu sudah dibebaskan oleh pemerintah. Tapi dijual kembali ke salah satu ASN. Itu aset Negara, bukan milik pribadi,” ujar Endi.
Ia menyayangkan lambannya penanganan laporan oleh aparat kepolisian dan berharap proses hukum segera berjalan.
Pemalangan Jalan: Unsur Pidana dan Ketertiban Umum
Dalam perkembangan terbaru Kabag Hukum menegaskan, akses jalan umum di lorong SMA Negeri 1 Asera dilaporkan ditutup menggunakan tumpukan tanah dan papan klaim kepemilikan bertuliskan “Tanah Milik Alm. Nurdin Tepamba.”
Tindakan tersebut dianggap melanggar hukum dan berpotensi pidana karena mengganggu fungsi jalan umum, sebagaimana diatur dalam:
- Pasal 192 KUHP dan
- Pasal 274 Ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda Rp24 juta.
Jika menimbulkan bahaya bagi orang lain, pelaku dapat dijerat pidana hingga 15 tahun.
‘Selain aspek pidana, tindakan itu juga masuk ranah perdata karena melibatkan klaim kepemilikan tanah,” Tegasnya.
Namun penyelesaian sengketa, ditegaskan pihak hukum, harus melalui jalur pengadilan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan dengan tindakan sepihak di lapangan.
Polres Konawe Utara Panggil Ahli Waris untuk Klarifikasi
Menindaklanjuti laporan Pemda, Sat Reskrim Polres Konawe Utara telah mengeluarkan surat permintaan klarifikasi terhadap Masnur T.
Surat bernomor B/1093/X/2025/Sat Reskrim tertanggal 21 Oktober 2025, ditandatangani oleh Kasat Reskrim AKP Abdul Azis Husein Lubis, S.Tr.K., S.I.K., M.H., atas nama Kapolres Konawe Utara.
Pemanggilan ini didasarkan pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan laporan pengaduan dari Endi Samrin, tertanggal 13 Oktober 2025.
Dalam surat tersebut, Masnur diminta hadir di Ruang Pidum Unit I Sat Reskrim Polres Konut pada Rabu, 22 Oktober 2025, pukul 10.00 WITA, untuk memberikan keterangan terkait dugaan pemalangan jalan.
Penyidik juga meminta Masnur membawa KTP dan dokumen kepemilikan tanah sebagai bukti pendukung.
“Pemanggilan ini bagian dari tahap klarifikasi awal sebelum proses hukum berlanjut. Kami akan menelusuri keabsahan kepemilikan dan kronologi pemalangan,” ujar sumber kepolisian.
Jalan Tengah: Keadilan Tanpa Main Hakim Sendiri
Kasus ini menjadi cerminan konflik klasik antara hak individu dan kepentingan publik. Di satu sisi, ahli waris menuntut keadilan atas hak keluarga, disisi lain, pemerintah berkewajiban memastikan kelancaran fasilitas umum.
Hukum memberikan ruang bagi semua pihak untuk mencari keadilan melalui jalur konstitusional, bukan dengan aksi sepihak yang berpotensi memperkeruh keadaan.
Keadilan tidak akan lahir dari pemalangan jalan, tetapi dari transparansi data, verifikasi hukum, dan keberanian menegakkan kebenaran di hadapan pengadilan. (**)
Laporan: Muh. Sahrul