Pemilu Sebagai Sarana Kedaulatan Rakyat Dalam Sistem Demokrasi

- Redaksi

Sabtu, 4 Maret 2023 - 11:20 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Muhamad Husni Ibrahim.

Muhamad Husni Ibrahim.

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]

Oleh : Muhamad Husni Ibrahim
Penulis adalah Sekretaris MD KAHMI Konut

Tak genap setahun lagi hari pencoblosan pemilihan Legislatif, dan pemilihan Presiden akan diselenggarakan dikolong langit nusantara kita. Tentu ada harapan besar dari anak bangsa untuk menciptakan, serta melahirkan estafet pemerintahan agar jauh lebih baik, dari aspek sosial, ekonomi, juga sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara di republik kita tercinta ini.

Pemilihan umum Indonesia setidaknya telah dihelat sebanyak 12  kali pemilihan, dengan berbagai macam hiruk pikuk politik nasional turut mempengaruhi sistem kepemiluan.

Pemilihan umum pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955 dengan metode dua kali pemilihan yakni pemilihan Dewan perwakilan Rakyat dilaksanakan pada 29 september 1955, dan pemilihan kedua untuk memilih konstituante dihelat pada tanggal 15 Desember masih pada tahun yang sama.

Pemilu pada tahun tersebut, diikuti sebanyak 30 peserta pemilu dan yang keluar sebagai jawara adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) kemudian diikuti oleh  Masyumi, dan Nahdatul Ulama, masing-masing sebagai runner up serta urutan ke tiga perolehan suara terbanyak.

Pemilu pada tahun 1977 terjadi kebijakan kekuasaan dengan menfusikan partai politik, dan golongan menjadi tiga yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Golongan Karya (Golkar).

Dengan di fusinya beberapa parpol, dan golongan menjadi tiga arus politik Nasional, ini pula menjadi awal dari pemerintahan orde baru. Pemilu dengan model dua parpol, dan satu golongan dilaksanakan sebanyak empat kali yakni pada tahun 1982,1989,1992, dan 1997. Konstelasi bergolak politik nasional memanas, dan berujung pada gerakan reformasi.

Gerak ini berhasil menumbangkan rezim orde baru, dengan salah satu tuntutannya percepatan pemilu, disinilah awal masuknya pemilu di era reformasi. Pemilu di fase ini dimulai pada tahun 1999 yang mana pesertanya sebanyak 42 partai politik, hingga akhirnya hanya 21 parpol yang berhasil memiliki kursi di Senayan, sehingga PDIP keluar sebagai pegang mayoritas suara pemilih.

Selanjutnya, di era reformasi pemilu dilakukan berkala pada tahun 2004, 2009, 2014 dan terakhir 2019, tentu dengan berbagai macam perubahan dalam tata laksananya seperti proporsional tertutup, dan proporsional terbuka.  juga pemilihan Presiden dan wakil Presiden pernah dihelat dengan sistem dua putaran,  tahun 2024 mendatang.

Morisson mendefinisikan bahwa pemilihan umum adalah cara atau sarana untuk mengetahui keinginan rakyat mengenai arah dan kebijakan negara kedepan, paling tidak ada tiga macam tujuan pemilu yaitu memungkinkan peralihan pemerintahan secara aman dan tertib untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam rangka melaksanakan hak asasi manusia.

Sementara Ramlan mengatakan, pemilu di artikan sebagai mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang di percayai.

Dalam faham demokrasi rakyat sebagai pemilik otoritas penuh yang perwujudannya dalam bentuk pemilihan umum, sebagaimana dua pendapatan tadi posisi rakyat sangat menentukan arah bangsa, dan negara.

Badan perencanaan pembangunan nasional (Bappenas) pernah merilis terkait data proyeksi penduduk indonesia pada rentang waktu 2015-2045 , dimana dalam rilis tersebut jumlah penduduk indonesia diperkirakan mencapai 318.9 juta jiwa pada tahun 2024, dengan pengelompokan usia sebagai berikut, 15-19 tahun 21,73 juta jiwa,  20-24 tahun 21,94 juta jiwa, lalu 25-29 tahun, dan 30-34 tahun sebanyak 21,73 juta jiwa dan 21,46 juta jiwa, kemudian  direntang usia 35-39 tahun sebanyak 21,73 juta jiwa.

Hampir sama dengan hasil survei Centre For Strategik and Internasional Studies (CSIS) wajib pilih pada pemilu tahun 2024  akan di dominasi rentan usia 17-39 tahun, jumlah pemilih pada rentan umur tadi hampir 60 persen dalam total wajib pilih nantinya.

Dari rilis Bappenas dan survei CSIS tentu dapat kita berhipotesa bahwa kaum muda sangat memiliki peran startegis dalam menentukan warna politik di pemilu tahun 2024.

Karena itu, penulis menyimpulkan bahwa rakyat adalah pemilik saham tunggal dalam sistem demokrasi sebagaimana kata kedaulatan terambil dari bahasa arab (daulah) yang artinya kekuasaan tertinggi. (**)


Berita Terkait

Prabowo Diminta “Bersih-Bersih” Usai Nama Bahtra Banong Terseret Dugaan CSR BI–OJK
PT BKM Hadir di DPRD Sultra, Bahas Lahan dan Tanggung Jawab Sosial
PPPK Paruh Waktu Sulawesi Tenggara Resmi Diteken MenPAN-RB, Setara UMK!
PuSPAHAM: Surat Bupati Konawe Selatan Tak Cukup, GTRA Harus Segera Dibentuk!
Rajab Jinik Ucapkan Milad ke Wakapolda Sultra: Jenderal Berdedikasi dan Humanis
Wakapolda Sultra Ulang Tahun: Panjang Umur Jenderal, Tetap Gagah dan Sehat Selalu!
Desa Mekar Jaya Wakili Konut, Masuk Tiga Besar Lomba Desa Sultra
Komitmen Bangun Konawe Utara dengan Prinsip Keadilan Sosial

Berita Terkait

Rabu, 13 Agustus 2025 - 09:30 WITA

Prabowo Diminta “Bersih-Bersih” Usai Nama Bahtra Banong Terseret Dugaan CSR BI–OJK

Jumat, 8 Agustus 2025 - 17:05 WITA

PT BKM Hadir di DPRD Sultra, Bahas Lahan dan Tanggung Jawab Sosial

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 20:09 WITA

PPPK Paruh Waktu Sulawesi Tenggara Resmi Diteken MenPAN-RB, Setara UMK!

Senin, 28 Juli 2025 - 16:48 WITA

PuSPAHAM: Surat Bupati Konawe Selatan Tak Cukup, GTRA Harus Segera Dibentuk!

Minggu, 20 Juli 2025 - 11:55 WITA

Rajab Jinik Ucapkan Milad ke Wakapolda Sultra: Jenderal Berdedikasi dan Humanis

Berita Terbaru

error: Dilarang Copy Paste!