[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]
KONAWE UTARA, KROSCEK.NET – Daerah Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tak henti-hentinya menjadi primadona bagi pengusaha tambang nikel, kekayaan alam di sudut utara sulawesi tenggara itu sangatlah berlimpah dan menjadi sentral mafia tambang.
Tidak tanggung-tanggung banyak investor yang tak ragu menginvestasikan pundi-pundinya untuk mendapatkan keuntungan. Terhitung ada 71 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdaftar di Modi Minerba.
Ketua Komite Masyarakat Peduli Lingkungan dan Tambang Sulawesi Tenggara (Komplit Sultra) Andi Arman Manggabarani, menyayangkan dibalik kekayaan alam yang terdapat di bumi oheo itu, tak sedikit investor salah menggunakan izin tersebut akibat serakah demi mendapatkan tambahan pundi-pundi Dollar.
“Demi melancarkan aktivitas pertambangan yang diduga Ilegal atau tak resmi, seperti yang terjadi pada IUP PT Dwimitra Multiguna Sejahtera (DMS) terletak di Desa Tokowuta, Kecamatan Lasolo, yang terlihat melakukan aktivitas pertambangan terindikasi telah menerobos Hutan Lindung dan syarat administrasi,” ungkap Andi Amran. Kamis (18/08/2022).
Menurut Andi Amran, sesuai dengan peraturan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan Merujuk kepada UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Terlebihnya lagi dugaan besar telah menerobos Kawasan Hutan Mangrove yang merupakan wilayah observasi penahan ombak dibagian pesisir Desa Tokowuta.
“Berbagai pemberitaan, sampai saat ini hangat diperbincangkan masyarakat konawe Utara, baik itu yang melakukan aksi demonstrasi pada IUP PT DMS. Selain penambangan kawasan hutan lindung tanpa adanya izin yang dimiliki, juga telah menerobos kawasan hutan mangrove untuk memuluskan pembangunan jetty sebagai pelabuhan tempat bongkar muat ore nikel,” Jelasnya.
Hal ini seharusnya menjadi landasan pemerintahan untuk menghentikan aktivitas pertambangan PT DMS, karena cacat administrasi dan juga telah melanggar aturan yang berlaku, UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 Serta PP Nomor 23 Tahun penyelenggaraan Kehutanan.
“Tindak pidananya sangat jelas. Penambangan di kawasan hutan lindung tanpa izin dikenakan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a Jo. Pasal 17 Ayat 1 Huruf b dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda antara Rp1,5 milliar dan Rp10 milliar,” Tegasnya.
Andi Amran menegaskan, pihaknya dalam waktu dekat melaporkan PT DMS soal tindak pidana perambahan dan perusakan hutan dengan adanya bukti dokumen dugaan illegal mining.
“Kami akan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, mendesak pihak Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) segera menghentikan aktivitas Penambangan PT DMS, serta mendesak Bareskrim Polri segera tangkap dan adili Direktur PT DMS,” Pungkasnya. (**)
Laporan : Muhammad Sahrul