Konawe Utara, Kroscek.co.id – Kunjungan Satgas PKH di Konawe Utara ini bukan hanya tentang menertibkan hutan, tapi juga menertibkan cara berpikir kita semua.
Sumber Daya Alam (SDA) bukan untuk diserobot, tapi diurus dengan akal sehat dan nurani. Sebab, kalau hutan saja bisa marah, maka manusia mestinya sudah lebih dulu malu.
Kabut tebal regulasi dan suara mesin tambang yang kadang lebih keras dari kicau burung, Pemerintah Kabupaten Konawe Utara kembali jadi sorotan Nasional.
Kali ini bukan karena viral kambing, tapi karena datangnya “pasukan penyembuh hutan” Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Republik Indonesia (Satgas PKH) yang dipimpin Kombes Bambang Hari Wibowo, Kamis (16/10/2025).

Kedatangan mereka disambut layaknya tamu kehormatan, tapi juga seperti dokter lingkungan yang siap memeriksa “pasien bernama hutan Konut” yang selama ini sering batuk-batuk akibat tumpang tindih izin dan eksploitasi tanpa resep hukum.
Bupati Konawe Utara, H. Ikbar, SH., MH., dalam sambutannya tampak bersemangat, seolah menyambut sinar baru dalam perjalanan panjang penataan ruang dan sumber daya alam.
“Konawe Utara punya potensi alam luar biasa, tapi potensi tanpa tata kelola adalah seperti kapal besar tanpa kompas. Kami ingin pembangunan cepat, tapi tertib, berkeadilan, dan berkelanjutan,” tegas Bupati Ikbar kalimat yang seolah menampar manis siapa pun yang masih berpikir hutan bisa disulap jadi sawah pribadi.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut langsung dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan aturan yang kini menjadi semacam “obat antibiotik nasional” bagi penyakit lama bernama penyalahgunaan lahan.

Bupati Ikbar menegaskan empat resep penyembuhan yang disiapkan Pemkab Konut, yaitu:
- Sinkronisasi data spasial dan batas kawasan,
- Inventarisasi penguasaan dan pemanfaatan lahan,
- Penyusunan solusi sosial bagi masyarakat terdampak, dan
- Penegasan status hukum atas lahan-lahan yang selama ini ‘abu-abu’.
“Langkah ini bukan semata administrasi, tapi soal keadilan ekologis dan sosial. Tidak boleh ada rakyat kecil yang tersingkir hanya karena dokumen besar di meja besar,” ucap Ikbar dengan nada mantap.
Sementara itu, Kombes Bambang Hari Wibowo tak ingin dianggap datang membawa palu godam. Ia menjelaskan, Satgas PKH bekerja dengan pendekatan korektif dan kolaboratif, bukan semata represif.
Tiga fokus utamanya ialah:
- Menagih denda administratif bagi pelanggaran di kawasan hutan,
- Menguasai kembali kawasan negara yang dikelola tanpa izin, dan
- Memulihkan aset negara agar fungsi ekologis hutan tak tinggal cerita di buku pelajaran SD.
“Negara tidak boleh kalah dari pelanggaran hukum yang mengorbankan lingkungan. Tapi kami juga tidak datang untuk menakut-nakuti, melainkan menyembuhkan,” kata Bambang, dengan gaya tenang khas perwira yang tahu kapan harus menegur dan kapan harus menanam.

Langkah Satgas ini sejalan dengan visi Bupati Ikbar untuk menata ulang wajah Konut, dari yang dulu penuh lubang tambang, kini diarahkan menjadi daerah dengan kepastian hukum, keseimbangan ekologis, dan kesejahteraan rakyat.
Pemkab Konut bahkan mulai memperkuat sistem data spasial, menertibkan izin tambang yang “nyasar zona”, serta memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum.
“Kita ingin investasi jalan, tapi jangan sampai alam jadi korban. Bekerja di Konut itu harus paham: tambang boleh, tapi hutan harus tetap bernapas,” ujar seorang pejabat dengan gaya semi-filosofis, disambut anggukan pejabat lain yang seolah baru sadar hutan juga punya paru-paru.
Pertemuan itu berlangsung hangat, tapi juga penuh pesan simbolik. Seolah hutan Konut yang selama ini diam kini bersuara lewat forum itu: meminta dilindungi, bukan dijanjikan.
Warga pun berharap, langkah pemerintah pusat dan daerah kali ini bukan sekadar “sosialisasi bergaya seminar”, melainkan gerakan nyata.
Karena bagi masyarakat lingkar hutan, persoalan tata ruang bukan sekadar soal garis di peta, tapi soal hidup dan masa depan anak-anak mereka.
Jika langkah ini dijalankan dengan disiplin, Konut bisa menjadi contoh Nasional, daerah yang berhasil menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi tanpa harus menunggu bencana datang dulu baru sadar pentingnya pohon. (**)
Laporan: Muh. Sahrul