Kendari, Kroscek.co.id – Ekspansi tambang nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra) terus berlanjut, menyebabkan deforestasi besar-besaran. Hutan yang sebelumnya menjadi penyangga ekosistem kini semakin gundul akibat eksploitasi tambang.
Ironisnya, meskipun ada kewajiban reklamasi, dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) justru diduga mengendap di Bank Sultra (BPD) tanpa realisasi yang jelas.
Publik mempertanyakan mengapa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memberikan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada perusahaan tambang yang belum memenuhi kewajibannya.
Dana Jamrek di Sulawesi Tenggara saat ini mencapai sekitar Rp300 miliar dan disimpan dalam bentuk deposito di Bank Sultra melalui rekening bersama. Dana ini merupakan jaminan yang dibayarkan oleh perusahaan tambang berdasarkan luas lahan yang ditambang.
Ketua PPWI Sultra, La Songo, menegaskan bahwa banyak perusahaan tambang nikel di Sultra tidak layak melanjutkan aktivitas penambangan karena tidak melakukan reklamasi hutan yang telah digarap.
Namun, kata Songo, bahwa hingga kini, belum ada informasi mengenai perusahaan yang telah menarik dana tersebut atau yang telah menyelesaikan proses penutupan tambang (close mining).
“Soal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa dana Jamrek hanya mengendap di Bank Sultra (Bank BPD) tanpa memberikan manfaat lebih lanjut. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang memungkinkan pemanfaatan dana tersebut secara optimal tanpa melanggar ketentuan yang berlaku,” Tegas Songo. Rabu, (29/01/2024).
Pada Januari 2024, Dinas ESDM Sultra telah menyerahkan bukti asli penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang dari 89 Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada pemerintah pusat.
Total nominal jaminan reklamasi yang diserahkan mencapai Rp257,3 miliar, sementara jaminan pascatambang mencapai Rp30,9 miliar.
“Meskipun dana Jamrek telah disetorkan, masih ada perusahaan tambang yang belum melaksanakan kewajiban reklamasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan dan penegakan regulasi terkait reklamasi tambang di Sulawesi Tenggara,” Tutupnya.
Sementara itu, aktivis senior, Karmin SH, menambahkan bahwa Kementerian ESDM seharusnya memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak melakukan reklamasi pasca-tambang, salah satunya dengan tidak memberikan kuota RKAB.
Karmin menekankan pentingnya perusahaan tambang melaksanakan kewajiban seperti reklamasi, rehabilitasi DAS, dan kajian lingkungan yang transparan kepada publik.
Secara keseluruhan, meskipun dana Jamrek telah terkumpul dan disimpan sesuai prosedur, tantangan utama terletak pada pemanfaatan dana tersebut dan memastikan perusahaan tambang memenuhi kewajiban reklamasi mereka.
“Diperlukan kerangka regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat untuk memastikan dana tersebut digunakan secara efektif demi pemulihan lingkungan pasca-penambangan,” Kata Karmin.
Kurangnya informasi yang tersedia untuk publik mengenai status dan penggunaan dana Jamrek menimbulkan pertanyaan tentang transparansi pengelolaannya.
Meskipun dana tersebut disimpan sesuai prosedur, tantangan utama terletak pada pemanfaatan dana tersebut dan memastikan perusahaan tambang memenuhi kewajiban reklamasi mereka.
“Diperlukan kerangka regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat untuk memastikan dana tersebut digunakan secara efektif demi pemulihan lingkungan pasca-penambangan,” Tambah Karmin.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas ESDM Sultra, Andi Azis, menyatakan melalui pesan singkat bahwa pihaknya akan mencari data terkait untuk menindaklanjuti permasalahan dimaksud. “Nanti sy carikan Ki’ datanya Dinda,” Singkatnya, melalui pesan WhatsApp. 27 Januari 2025.
Isu ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan yang tidak diimbangi dengan tanggung jawab ekologis.
Diperlukan langkah tegas dari pemerintah dan instansi terkait untuk memastikan perusahaan tambang memenuhi kewajiban mereka demi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat. (**)
Laporan : Muh Sahrul