Bombana, Kroscek.co.id – Suara jeritan petani akhirnya menggema hingga ke ruang kebijakan. Setelah berhari-hari bertahan di bawah terik matahari, menggelar aksi dan menyuarakan ketidakadilan harga gabah, perjuangan Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) bersama Forum Petani Bersatu Bombana (FPBB) akhirnya membuahkan hasil.
Audiensi dengan pihak Bulog dan Pemerintah Daerah Bombana menghasilkan titik terang: harga gabah dipulihkan ke angka normal Rp6.500 per kilogram, sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2025.
Keputusan ini menjadi kemenangan moral bagi ribuan petani yang selama berminggu-minggu tertekan oleh praktik permainan harga dan lemahnya kebijakan pengawasan.
Namun di balik kabar baik itu, tersimpan potret suram tata niaga gabah di Bombana. Ketua Pospera Bombana, Asri Grandong, mengungkapkan praktik potongan dan disparitas harga yang dilakukan Bulog serta mitranya telah menimbulkan keresahan luas di kalangan petani.
“Ada yang dipotong 3 kilogram, ada 5 kilogram, bahkan sampai 7 kilogram per karung. Harga jual pun berbeda-beda, mulai dari Rp5.600 hingga Rp6.000. Padahal ketentuan resminya jelas: Rp6.500 per kilogram,” ujarnya dengan nada kecewa, Rabu (22/10/2025).
Asri menilai, dalih Bulog soal kadar air dan ampas hanyalah cara halus untuk menekan harga petani. Lebih ironis lagi, ketika Bulog beralasan gudang penuh dan berhenti membeli gabah, justru mitra Bulog masih beroperasi membeli di bawah harga yang ditetapkan pemerintah.
“Ini jelas tidak masuk akal. Kalau gudang penuh, kenapa mitranya masih beroperasi dengan harga rendah? Kami menduga kuat ada permainan harga yang sistematis,” tegasnya.
Situasi ini memperlihatkan wajah ketimpangan kebijakan pangan di daerah. Pemerintah pusat berupaya menjaga stabilitas harga agar petani tidak rugi, tetapi praktik di lapangan justru menggerus semangat para petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Asri menegaskan, selama ini petani sering menjadi korban sistem yang timpang, diatur oleh kebijakan dari atas, namun dijatuhkan oleh permainan di bawah.
“Kami tidak menolak aturan, kami menolak ketidakadilan. Bulog seharusnya menjadi pelindung petani, bukan pelaku yang menekan harga,” tandasnya.
Menanggapi tekanan publik dan aksi yang terus meluas, Bupati Bombana akhirnya mengambil langkah tegas dengan menyatakan kesiapannya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan harga gabah Rp6.500 per kilogram, sesuai ketentuan nasional.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa pemerintah daerah tidak akan membiarkan petani berjuang sendirian.
Sejak Selasa (21/10/2025), harga pembelian gabah telah dikembalikan ke angka normal tanpa potongan tambahan. Pihak Bulog dan Dinas Pertanian Bombana juga menyerahkan data pendukung serta menyatakan kesediaan untuk mempertanggungjawabkan kebijakan mereka di hadapan publik.
Namun perjuangan belum berakhir.
Pospera dan FPBB mendesak Kepala Bulog Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera mencopot Kepala Bulog Bombana yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan dan justru memperparah situasi.
“Apabila tidak diindahkan, kami akan turun kembali ke jalan dalam Aksi Jilid III. Ini bukan ancaman, tapi komitmen perjuangan. Kami ingin tata niaga pangan benar-benar berpihak pada petani, bukan pada segelintir pihak yang bermain di balik meja,” tegas Asri.
Bagi Pospera dan FPBB, perjuangan ini bukan semata soal angka rupiah per kilogram, melainkan soal martabat.
Petani yang menanam, merawat, dan memanen gabah adalah penopang ketahanan pangan negeri, bukan objek eksploitasi ekonomi.
Kini, dengan SK Bupati dan tekanan publik yang semakin kuat, harapan baru mulai tumbuh, agar ke depan tidak ada lagi “tangan-tangan tak terlihat” yang mempermainkan nasib petani.
Sebab, keadilan pangan bukan retorika, melainkan hak yang wajib diperjuangkan hingga titik terakhir. (**)
Laporan: Muh. Sahrul