Konawe Utara, Kroscek.co.id – Layaknya chef yang tak mau makanannya digoreng asal-asalan, Bupati Konawe Utara, H. Ikbar, turun tangan langsung memastikan resep sukses ketahanan pangan di wilayahnya dimasak sesuai takaran.
Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) di Aula Anawai Ngguluri, Senin (21/7/2025), Bupati mengumumkan bahwa minimal 20 persen Dana Desa wajib “dimasak” khusus untuk program ketahanan pangan.
Ini bukan hanya sekadar jargon, tapi tindak lanjut nyata dari Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2025, yang bunyinya kurang lebih: “Desa jangan cuma mandiri di spanduk, tapi juga di perut rakyatnya!”
Turut hadir dalam Rakor yang penuh semangat (dan mungkin sedikit ketegangan anggaran), Wakil Bupati Abuhaera, unsur Forkopimda, Kepala OPD, Camat, Kades, Lurah, Ketua BPD, dan para pengelola BUMDes yang tampak mulai meraba-raba: “Dari mana dulu kita mulai ya?”
Bupati Ikbar tidak main-main. Dalam pidatonya, ia secara gamblang menyinggung fakta getir, dari total 159 desa, hanya 54 yang sudah punya akta BUMDes terdaftar di Kemenkumham.
Sisanya? Ya, masih berkeliaran di zona abu-abu legalitas. Ini seperti punya kendaraan tapi tak ada STNK, kalau jalan, waswas, kalau berhenti, stagnan.
“Mari kita perbaiki bersama. Kalau BUMDes-nya belum punya akta, bagaimana mau kelola program dengan benar? Jangan sampai Dana Desa malah cuma jadi ‘anggaran jalan-jalan’ tanpa dampak nyata,” tegas Ikbar, menyentil dengan lembut namun tajam.
Ikbar menekankan bahwa program ini bukan semata urusan tanam-menanam, tapi ekosistem ekonomi desa.
Dana Desa harus mampu menggeliatkan pertanian, perikanan, hingga industri pengolahan. Tujuannya jelas: bukan hanya cukup pangan, tapi juga cukup penghasilan.
“Petani jangan terus jadi korban fluktuasi harga, dan nelayan jangan terus bersandar pada ombak nasib. Kita butuh sistem yang menopang dari hulu ke hilir,” tandasnya.
Tak lupa, Wakil Bupati Konut, H. Abuhaera turut sesi penandatanganan Indeks Desa Tahun 2025 pun dilakukan, lengkap dengan diskusi interaktif yang lebih ‘renyah’ dibanding nasi bungkus yang sering muncul di agenda musyawarah desa.
Kepada seluruh kepala desa, Bupati dan Wakil Bupati berpesan agar Dana Desa dikelola secara tepat, terarah, dan berkelanjutan. Tidak sekadar untuk menggugurkan kewajiban laporan, atau lebih parah, untuk “memoles” citra menjelang pilkades.
“Dana Desa bukan alat makeup statistik. Ini dana rakyat. Kita kelola dengan akal sehat dan hati nurani,” ucap Abuhaera, sambil mengajak semua pihak untuk berhenti menjadikan program ketahanan pangan sebagai proyek asal jadi.
Dengan komitmen tersebut, Pemkab Konawe Utara berharap desa tak hanya sekadar tempat tinggal, tapi menjadi sentra produksi yang menyuapi daerah, bahkan provinsi. Karena sejatinya, jika perut rakyat kenyang, maka negara pun tak gampang goyah.
Maka, mari berhenti menganggap beras sebagai sekadar makanan pokok. Ia adalah simbol kedaulatan, dan kini, jadi tolak ukur tanggung jawab desa terhadap warganya sendiri. (**)
Laporan : Muh. Sahrul