Konawe Utara, Kroscek.co.id – Lebih dari 140 tenaga honorer Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Konawe Utara (Konut) direhat atau tidak dilibatkan giat piket, sampai menunggu regulasi dari pemerintah.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah pusat untuk menata ulang status tenaga honorer di instansi pemerintahan, yang diatur dalam regulasi terbaru yang diberlakukan tahun 2025.
Plt Kepala Satpol PP Konut, La Gulira Sarimu, mengatakan, tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang pemberhentian anggota Satpol PP baik PPPK paruh waktu maupun anggota Satpol PP yang baru mengikuti tes gelombang kedua.
“Saya panggil PPPK paruh waktu dan PPPK yang baru mau ikut gelombang kedua di ruangan saya pada hari kamis 6 februari 2025, karena sesuai kebiasaan tradisi di konut tidak pernah terlambat pembayaran honor,” Kata La Gulira Sarimu. Senin, (17/02/2025).
Undang-undang nomor 20 tahun 2023 mengatur bahwa tenaga honorer dihapuskan dan diberi pilihan untuk mengikuti seleksi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau dialihkan ke status lain sesuai kebutuhan instansi.
“Sesuai undang-undang itu, bahwa pejabat atau Kepala OPD tidak diperbolehkan lagi untuk mengangkat tenaga honor atau tenaga kontrak terhitung Januari 2025 dan ini terjadi di semua instansi di seluruh indonesia,” Terangnya.
Dengan dasar itu, kata La Gulira, bahwa pihaknya memberikan penjelasan ke 140 lebih tenaga honorer Satpol PP untuk saat ini yang paru waktu dan yang baru mau ikut tes gelombang kedua tidak dilibatkan giat piket.
“Saya tidak melibatkan dulu dalam giat piket biarkan dulu ASN dan PPPK yang lulus penuh waktu yang melaksanakan piket sambil menunggu regulasi,” tambah La Gulira.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi karena belum adanya kejelasan honor yang harus diberikan kepada 140 orang lebih anggota satpol pp.
“Undang-undang nomor 20 tahun 2023 bahwa honor itu cuma cleaning service, sopir dan satpam. Dan bagi tenaga honor yang sudah berada dalam Pangkalan data BKN tinggal menunggu regulasi,” Tambahnya.
Kebijakan ini menuai berbagai reaksi, baik dari tenaga honorer yang terdampak maupun dari pemerintah daerah yang kehilangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan tugas pelayanan dan penegakan aturan.
“Banyak daerah kini tengah mencari solusi agar tenaga honorer yang dirumahkan tetap bisa bekerja atau mendapatkan skema lain yang sesuai dengan regulasi baru,” Pungkas La Gulira. (**)
Laporan : Muh Sahrul