[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]
KENDARI, KROSCEK.NET – Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Konawe melalui Kepala Satuan (kasat) Reserse Kriminal (reskrim) membantah adanya isu terkait dugaan pembiaran penambangan pasir ilegal dan dugaan kriminalisasi petani di wilayah Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kasat Reskrim Polres Konawe, AKP Mochammad Jacub Nurzagli Kamaru mengatakan, penambangan galian C yang terjadi di Kecamatan Routa berimplikasi pada keberlangsungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan urusan perut masyarakat, sehingga semua harus melalui pendataan serta mempertimbangkan aspek sosial.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (Ampuh Sultra), Hendro Nilopo angkat bicara.
Menurutnya, apologi atau pembelaan yang disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Konawe justru menguak fakta terkait dugaan pembiaran dan diskriminatif dalam melakukan penindakan kepada masyarakat.
“Secara tidak langsung menurut kami, Polres Konawe telah mengakui adanya pembiaran dan sikap diskriminatif dalam melakukan penindakan kepada masyarakat,” Katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan Whatsapp, Sabtu (05/11/2022).
Hendro menjelaskan, terkait dengan dugaan diskriminatif bisa dilihat pada proses penindakan antara tiga orang petani dengan pelaku penambang pasir ilegal (bumdes). Menurut dia, penindakan terhadap 3 orang petani dilakukan berdasarkan hukum positif, sedangkan penindakan terhadap penambang pasir ilegal dilakukan dengan pendekatan sosiologi hukum atau mempertingkan aspek sosial.
“Keduanya merupakan tindak kejahatan dan sama-sama melanggar hukum. Kemudian pelaku sama-sama masyarakat. Sehingga akan tampak aneh, ketika penindakan atas dua jenis kejahatan ini diperlakukan dengan cara yang berbeda,” Imbuhnya.
Apalagi, lanjut Hendro, bahwa di wilayah tersebut juga yang disinyalir sebagai Kawasan Hutan. Ada bangunan permanen yang diduga milik CV Lalomerui Perkasa yang bergerak di bidang jual/beli material tambang galian C. Namun tidak dilakukan penindakan serupa seperti tiga orang petani yang ditetapkan sebagai tersangka pengrusakan kawasan hutan.
“Jadi tiga orang petani ditangkap itu karena membangun rumah atau gubuk kayu di areal yang disinyalir sebagai kawasan hutan. Namun disisi lain disana justru ada bangunan permanen yang diduga kantor milik CV Lalomerui Perkasa. Pertanyaannya kenapa itu tidak ditindak seperti yang dilakukan kepada 3 orang petani tadi?” Tanya aktivis yang akrab dengan sapaan Egis itu.
Lebih lanjut, mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta itu menuturkan, jika pihak Polres Konawe melakukan penindakan dengan mempertimbangkan aspek sosial secara adil. Maka 3 orang petani yang diduga melakukan perambahan hutan tidak dapat di proses secara hukum.
Sebab kedudukan tiga orang petani sebagai tersangka kasus perambahan hutan dengan masyarakat yang melakukan penambangan pasir ilegal adalah sama.
“Kami apresiasi konsep penegakkan hukum dengan mempertimbangkan aspek sosial, namun kami tidak sepakat jika konsep itu berlaku diskriminatif. Pada intinya jika pelaku penambang pasir ilegal tidak ditindak maka tiga orang petani yang diduga melakukan perambahan hutan itu juga tidak boleh ditindak. Karena sisi keadilannya ada disitu,” Jelasnya.
Selain itu, pengurus DPP KNPI Pusat itu juga membeberkan, selain persoalan pembiaran terhadap kegiatan pertambangan pasir ilegal. Pihaknya juga menyoroti dugaan pembiaran atas praktik jual/beli material tambang galian C secara ilegal yang disinyalir melibatkan PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) sebagai penadah.
“Realistis saja lah kalau menurut kami, pada akhirnya nanti semua akan terkuak. Tegakkan hukum secara adil tanpa memandang latar belakang atau jabatan seseorang. Equality Before The Law (semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum),” Tutupnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Konawe, AKP Mochammad Jacub Nurzagli Kamaru, kembali menegaskan bahwa kepolisian sudah menerapkan langkah preventif atau aspek sosial kepada masyarakat berdomisili di kawasan Hutan Konservasi dan penambangan pasir ilegal tepatnya di Desa Lalomerui, Kecamatan Routa, untuk tidak melakukan aktivitas.
“Polres Konawe memandang semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Kedua kasus ini kami tangani dengan mengedepankan aspek sosial. Tiga minggu yang lalu setelah dilakukannya pendekatan persuasif, penambang pasir berhenti melakukan aktivitas sebelum mengantongi izin. Nah, Ketiga orang tersangka kasus menduduki kawasan hutan konservasi tidak mengindahkan terpaksa kami tindak tegas,” Tegasnya. (**)
Editor : Muh. Sahrul